23 OKTOBER 2020

Alergi Makanan Pada Anak

Siapa yang tidak kenal dengan istilah Alergi? Bahkan mungkin setiap orang pernah mengalaminya. Namun tahukah Anda, bahwa alergi makanan juga bisa dijumpai pada anak-anak. Alergi makanan terjadi pada 1-2% pasien dewasa dan kurang lebih 8% pada pasien anak-anak berusia kurang dari 6 tahun (Suryantoko, 2012) dan sekitar 20% anak usia 1 tahun pertama pernah mengalami reaksi terhadap makanan yang diberikan termasuk yang disebabkan reaksi alergi (Mulia, 2008).

Alergi makanan adalah reaksi abnormal terhadap protein tertentu (alergen) yang masuk ke dalam tubuh yang terjadi setelah makan makanan yang mengandung alergen. Bahan makanan yang dapat menimbulkan alergi antara lain: coklat , buah-buahan bergetah, ikan laut, ayam, telur, susu sapi dan kacang-kacangan.

Keluhan utama pada alergi makanan adalah gatal-gatal, eksim, dermatitis, mual, muntah, diare, asthma/suara nafas berbunyi, mata berair dan pilek tidak sembuh-sembuh. Reaksi setiap orang terhadap alergi tidaklah sama, 2/3 pasien akan toleran setelah menghindarkan alergen slama 1-2 tahun. Dan 80% anak dengan alergi susu sapi akan toleran pada usia sekitar 2-3 tahun (Siregar, 2011).

Bagaimana dengan pelaksanaan diet alergi?

Pada bayi yang alergi terhadap susu sapi dapat diberikan susu formula bayi bebas susu sapi seperti formula kacang kedelai atau formula yang mengandung whey/casein terhidrolisa penuh. Uji eliminasi dan provokasi merupakan baku emas pemeriksaan yang harus dilakukan anak yang telah didiagnosa menderita alergi makanan. Trevino seperti dikutip Irawati dan Abdillah membagi uji eliminasi dan provokasi menjadi 3 tahap, yaitu:

1.  Tahap Eliminasi

Tahap eliminasi digunakan sebagai sarana diagnosis. Untuk anak yang belum diketahui penyebab alerginya, dalam waktu 2-3 minggu anak dibebaskan dari bahan makanan yang mengandung alergen kemudian dilakukan diet provokasi.

2.  Tahap Provokasi

Tahap provokasi merupakan perlakuan lanjutan setelah diet eliminasi. Anak diberikan makanan yang diduga menimbulkan reaksi alergi berdasarkan anamnesa, hasil test kulit/pemeriksaan invitro. Makanan yang diberikan harus dalam keadaan murni. Pada alergi tipe tetap, dosis makanan yang diberikan 8-10 gr dalam bentuk kering dan 100 ml untuk makanan dalam bentuk cair. Selama dilakukan tes provokasi, anak dilakukan observasi secara ketat terhadap timbulnya gejala minimal 2 jam pertama dari provokasi. Apabila ada gejala klinis timbul maka tes provokasi ini dihentikan dan dilakukan pengobatan sesuai tanda klinis yang timbul.

3.  Tahap Rechallenge

Setelah makanan penyebab alergi dapat teridentifikasi, maka langkah selanjutnya adalah rechallenge yaitu memasukkan makanan tersebut dalam diet anak namun tidak sampai menimbulkan gejala. Jika rechallenge yang pertama hasilnya positif, maka bahan makanan tersebut harus dihindari selama beberapa bulan kedepan. Rechallenge dilakukan secara periodik sehingga anak benar-benar bebas gejala ketika mengonsumsi makanan tersebut.

Daftar Pustaka :

1. Candra, Yolanda, dkk. 2011. Gambaran Sensitivitas pada Alergen Makanan. Makalah Kesehatan Vol. 15 No. 1, Juni 2011

2. Safri, Mulia. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. Vol. 8 Nomor. 3, Desember 2018

3. Siregar, S. Jawitri. Jurnal Pediatri Vol. 3 Nomor. 3, Desember 2011

4. Suryantoko, Dwi RS. 2012. Peran Diet Eliminasi Alergi Makanan pada Diagnosis dan Terapi Rinitis Alergi. Universitas Airlangga: Surabaya.

Tim Ahli Gizi Bagian Anak
RSUD DR. SAIFUL ANWAR Malang

23 OKTOBER 2020

Alergi Makanan Pada Anak

Siapa yang tidak kenal dengan istilah Alergi? Bahkan mungkin setiap orang pernah mengalaminya. Namun tahukah Anda, bahwa alergi makanan juga bisa dijumpai pada anak-anak. Alergi makanan terjadi pada 1-2% pasien dewasa dan kurang lebih 8% pada pasien anak-anak berusia kurang dari 6 tahun (Suryantoko, 2012) dan sekitar 20% anak usia 1 tahun pertama pernah mengalami reaksi terhadap makanan yang diberikan termasuk yang disebabkan reaksi alergi (Mulia, 2008).

Alergi makanan adalah reaksi abnormal terhadap protein tertentu (alergen) yang masuk ke dalam tubuh yang terjadi setelah makan makanan yang mengandung alergen. Bahan makanan yang dapat menimbulkan alergi antara lain: coklat , buah-buahan bergetah, ikan laut, ayam, telur, susu sapi dan kacang-kacangan.

Keluhan utama pada alergi makanan adalah gatal-gatal, eksim, dermatitis, mual, muntah, diare, asthma/suara nafas berbunyi, mata berair dan pilek tidak sembuh-sembuh. Reaksi setiap orang terhadap alergi tidaklah sama, 2/3 pasien akan toleran setelah menghindarkan alergen slama 1-2 tahun. Dan 80% anak dengan alergi susu sapi akan toleran pada usia sekitar 2-3 tahun (Siregar, 2011).

Bagaimana dengan pelaksanaan diet alergi?

Pada bayi yang alergi terhadap susu sapi dapat diberikan susu formula bayi bebas susu sapi seperti formula kacang kedelai atau formula yang mengandung whey/casein terhidrolisa penuh. Uji eliminasi dan provokasi merupakan baku emas pemeriksaan yang harus dilakukan anak yang telah didiagnosa menderita alergi makanan. Trevino seperti dikutip Irawati dan Abdillah membagi uji eliminasi dan provokasi menjadi 3 tahap, yaitu:

1.  Tahap Eliminasi

     Tahap eliminasi digunakan sebagai sarana diagnosis. Untuk anak yang belum diketahui penyebab alerginya, dalam waktu 2-3 minggu anak dibebaskan dari bahan makanan yang mengandung alergen kemudian dilakukan diet provokasi.

2.  Tahap Provokasi

     Tahap provokasi merupakan perlakuan lanjutan setelah diet eliminasi. Anak diberikan makanan yang diduga menimbulkan reaksi alergi berdasarkan anamnesa, hasil test kulit/pemeriksaan invitro. Makanan yang diberikan harus dalam keadaan murni. Pada alergi tipe tetap, dosis makanan yang diberikan 8-10 gr dalam bentuk kering dan 100 ml untuk makanan dalam bentuk cair. Selama dilakukan tes provokasi, anak dilakukan observasi secara ketat terhadap timbulnya gejala minimal 2 jam pertama dari provokasi. Apabila ada gejala klinis timbul maka tes provokasi ini dihentikan dan dilakukan pengobatan sesuai tanda klinis yang timbul.

3.  Tahap Rechallenge

     Setelah makanan penyebab alergi dapat teridentifikasi, maka langkah selanjutnya adalah rechallenge yaitu memasukkan makanan tersebut dalam diet anak namun tidak sampai menimbulkan gejala. Jika rechallenge yang pertama hasilnya positif, maka bahan makanan tersebut harus dihindari selama beberapa bulan kedepan. Rechallenge dilakukan secara periodik sehingga anak benar-benar bebas gejala ketika mengonsumsi makanan tersebut.

Daftar Pustaka :

1. Candra, Yolanda, dkk. 2011. Gambaran Sensitivitas pada Alergen Makanan. Makalah Kesehatan Vol. 15 No. 1, Juni 2011

2. Safri, Mulia. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. Vol. 8 Nomor. 3, Desember 2018

3. Siregar, S. Jawitri. Jurnal Pediatri Vol. 3 Nomor. 3, Desember 2011

4. Suryantoko, Dwi RS. 2012. Peran Diet Eliminasi Alergi Makanan pada Diagnosis dan Terapi Rinitis Alergi. Universitas Airlangga: Surabaya.

Tim Ahli Gizi Bagian Anak
RSUD DR. SAIFUL ANWAR Malang

DPC PERSAGI KOTA MALANG

Jl. Sisingamangaraja 42 Malang 65123

Jawa Timur – Indonesia

KONTAK KAMI

Contact Person:

0812-3398-8703 (Dewi)

0877-5986-8348 (Annisa)

Email: 

dpcpersagikotamalang@gmail.com

KERJASAMA

HUBUNGI KAMI UNTUK KERJASAMA